Nama : Rara Oktaria Nanda
NPM : A1A010058
Laskar
Pelangi Bersama Lebih dan Kurangnya
Laskar
Pelangi karya Andrea Hirata yang sempat menggemparkan dunia sastra Indonesia
ini memang sangat menginspirasi. Andrea hirata bercerita apa adanya tentang
masa kecilnya yang dikelilingi oleh orang-orang yang menginspirasi.
Ketika saya membaca lascar pelangi
saya sangat tertarik dengan tokoh harun yang digambarkan oleh Andrea Hirata.
Dimana tokoh harun ini meski tidak memiliki daya pikir seperti yang dimiliki
oleh anak normal seusianya, namun ia tetap bersekolah, belajar layaknya anak
normal seperti teman-temannya. Hal ini sangat jarang terjadi dalam kehidupan
nyata.
Tokoh lain yang sangat mencengangkan
saya yaitu tokoh Lintang yang merupakan tokoh ciptaan dari Andrea Hirata, meski
tokoh ini hanya imajinasi yang diciptakan oleh penulis, namun penulis telah
mampu menghipnotis pembaca , memberi motivasi dengan hadirnya tokoh lintang
ini,. Lintang yang digambarkan sangat cerdas dan sangat rajin mampu memotivasi
pembaca untuk bias menyamai tokoh ini. Ia digambarkan sangat tangguh dengan
semangatnya yang tak pernah turun ketika menempuh perjalanan menuju sekolamh
yang sangat jauh dengan menggayuh sepeda dengan kakinya yang masih sulit
mencapai pedal. Hal ini terlihat pada bagian berikut:
Tidak seperti kebanyakan nelayan, nada bicaranya pelan.
Lalu beliau bercerita pada Bu Mus bahwa kemarin sore kawanan burung pelintang
pulau mengunjungi pesisir. Burung-burung keramat itu hinggap sebentar di puncak
pohon ketapang demi menebar pertanda bahwa laut akan diaduk badai. Cuaca
cenderung semakin memburuk akhir-akhir ini maka hasil melaut tak pernah
memadai. Apalagi ia hanya semacam petani penggarap, bukan karena ia tak punya
laut, tapi karena ia tak punya perahu.
Agaknya selama turun temurun keluarga laki-laki cemara
angin itu tak mampu terangkat dari endemik kemiskinan komunitas Melayu yang
menjadi nelayan. Tahun ini beliau menginginkan perubahan dan ia memutuskan anak
laki-laki tertuanya, Lintang, tak akan menjadi seperti dirinya. Lintang akan
duduk di samping pria kecil berambut ikal yaitu aku, dan ia akan sekolah di
sini lalu pulang pergi setiap hari naik sepeda. Jika panggilan nasibnya memang
harus menjadi nelayan maka biarkan jalan kerikil batu merah empat puluh
kilometer mematahkan semangatnya. Bau hangus yang kucium tadi ternyata adalah
bau sandal cunghai, yakni sandal yang dibuat dari ban mobil, yang aus karena
Lintang terlalu jauh mengayuh sepeda.
Namun
diakhir cerita nasib Lintang tidaklah sebaik teman-temannya. Ia terpaksa
berhenti sekolah karena keadaan ekonomi keluarga yang buruk. Hal ini membuat
cerita menjadi semakin terasa alami. Di kehidupan nyata tidak jarang anak-anak
pintar piutus sekolah hanya karena keadaan ekonomi yangt tidak memungkinkan. Tak selamanya hal yang kita bayangkan indah
berakhir dengan indah. Terkadang takdir menjawab berbeda dari logika.
Mahar salah satu tokoh dari sepuluh
kawan ikal juga sangat mengiunspirasi, dimana ia rela meluangkan waktunya
mati-matian demi mempertanggung jawabkan tugas yang telah dipercayakan kepadanya, yaitu untuk menemukan ide kreatif
dalam karnaval sekolah. Dalam bagian ini terlihat perjuangan kerasnya menemukan
ide cemerlang dengan cara menyendiri hingga akhirnya memnemukan sesuatu yang
sangat menarik. Pada bagian ini juga terlihat kekompakan sepuluh sekawan saat
mempersiapkan perlombaan hingga perlombaan berlangsung.
Selain tokoh harun, mahar, dan
lintang, tokoh Flo pun tak kalah mencengangkan. Dimana seorang anak dengan
perekonomian berkecukupan lebih memilih bersekolah disekolah Muhamadiyah yang
sangat sederhana bahkan kekurangan. Bahkan Flo tetap ingin bertahan disekolah
Muhammadiyah meski nilainya turun. Berbeda dengan orang tuanya yang
berkeinginan memindahkan kembali Flo ke sekolah PN karena di sekolah PN
nilai-nilai Flo dijamin bagus karena sumbangan orang tuanya ke sekolah PN
sangat berbalik dengan ibu mus yang tetap objektif memberikan nilai meski ayah
Flo telah banyak menyumbangkan alat-alat ke sekolah muhammmadiyah, Flo tetap
ingin bersekolah di sekolah muhammadiyah bertahan bersama teman-temannya. Sikap
Flo ini sangat jarang terlihat pada anak-anak kenyataannya yang lebih memilih
sekolah mewah. Bahkan Flo tak pernah segan membersihkan sekolah Muhammadiyah
yang pada malam hari menjadi kandang kambing, menyiram tanaman tanpa disuruh,
dan selalu dating ke sekolah lebih dulu.
Tokoh-tokoh yang saya sebutkan
diatas memang menjadi yang istimewa bagi saya namun tokoh lainnya tak kalah
hebatnya, terutama kekompakan mereka, dan semangat mereka yang seklalu sama,
yangv tak luntur karna rasa malu atau lainnya.
Tak susah melukiskan sekolah kami, karena sekolah kami
adalah salah satu dari ratusan atau mungkin ribuan sekolah miskin di seantero
negeri ini yang jika disenggol sedikit saja oleh kambing yang senewen ingin
kawin, bisa rubuh berantakan.
Kami memiliki enam kelas kecil-kecil, pagi untuk SD
Muhammadiyah dan sore untuk SMP Muhammadiyah. Maka kami, sepuluh siswa baru ini
bercokol selama sembilan tahun di sekolah yang sama dan kelas-kelas yang sama, bahkan
susunan kawan sebangku pun tak berubah selama sembilan tahun SD dan SMP itu.
Kami kekurangan guru dan sebagian besar siswa SD
Muhammadiyah ke sekolah memakai sandal. Kami bahkan tak punya seragam. Kami
juga tak punya kotak P3K. Jika kami sakit, sakit apa pun: diare, bengkak,
batuk, flu, atau gatal-gatal maka guru kami akan memberikan sebuah pil berwarna
putih, berukuran besar bulat seperti kancing jas hujan, yang rasanya sangat
pahit. Jika diminum kita bisa merasa kenyang. Pada
pil itu ada tulisan besar APC. Itulah pil APC yang legendaris di
kalangan rakyat pinggiran Belitong. Obat ajaib yang bisa menyembuhkan segala
rupa penyakit.
Selain para sekawan laskar pelangi
yang dapat menginspirasi bagi pelajar Andrea Hirata juga menghadirkan dua tokoh
lainnya yang tak kalah hebat, tokoh ini sangat menginspirasi bagi para
pendidik. Mereka adalah ibnu Mus dan Pak Harfan.
Gambaran karakter Bu Mus terlihat
jelaas pada kutipan berikut:
N.A. Muslimah Hafsari Hamid binti K.A. Abdul Hamid, atau
kami memanggilnya Bu Mus, hanya memiliki selembar ijazah SKP (Sekolah
Kepandaian Putri), namun beliau bertekad
melanjutkan cita-cita ayahnya—K.A. Abdul Hamid, pelopor sekolah Muhammadiyah di
Belitong—untuk terus mengobarkan pendidikan Islam. Tekad itu memberinya
kesulitan hidup yang tak terkira, karena kami kekurangan guru—lagi pula siapa
yang rela diupah beras 15 kilo setiap bulan? Maka selama enam tahun di SD
Muhammadiyah, beliau sendiri yang mengajar semua mata pelajaran—mulai dari
Menulis Indah, Bahasa Indonesia, Kewarganegaraan, Ilmu Bumi, sampai Matematika,
Geografi, Prakarya, dan Praktik Olahraga. Setelah seharian mengajar, beliau
melanjutkan bekerja menerima jahitan sampai jauh malam untuk mencari nafkah,
menopang hidup dirinya dan adik-adinya.
BU MUS adalah seroang guru yang pandai, karismatik, dan
memiliki pandangan jauh ke depan. Beliau menyusun sendiri silabus pelajaran
Budi Pekerti dan mengajarkan kepada kami sejak dini pandangan-pandangan dasar moral, demokrasi, hukum,
keadilan, dan hak-hak asasi—jauh hari sebelum orang-orang sekarang meributkan
soal materialisme versus pembangunan spiritual dalam pendidikan. Dasar-dasar
moral itu menuntun kami membuat konstruksi imajiner nilai-nilai integritas
pribadi dalam konteks Islam. Kami diajarkan menggali nilai luhur di dalam diri
sendiri agar berperilaku baik karena kesadaran pribadi. Materi pelajaran Budi
Pekerti yang hanya diajarkan di sekolah Muhammadiyah sama sekali tidak seperti
kode perilaku formal yang ada dalam konteks legalitas institusional seperti
sapta prasetya atau pedoman-pedoman pengalaman lainnya.
“Shalatlah tepat waktu, biar dapat pahala lebih banyak,”
demikian Bu Mus selalu menasihati kami.
Serta nilai edukatif yang terdapat
pada sosok pak Harfan jelas tergambarkan pada kutipan berikut:
Pak Harfan, seperti halnya sekolah ini, tak susah
digambarkan. Kumisnya tebal, cabangnya tersambung pada jenggot lebat berwarna
kecokelatan yang kusam dan beruban. Hemat kata, wajahnya mirip Tom Hanks, tapi hanya Tom Hanks di
dalam film di mana ia terdampar di sebuah pulau sepi, tujuh belas bulan tidak
pernah bertemu manusia dan mulai berbicara dengan sebuah bola voli. Jika kita
bertanya tentang jenggotnya yang awut-awtuan, beliau tidak akan repot-repot
berdalih tapi segera menyodorkan sebuah buku karya Maulana Muhammad Zakariyya
Al Kandhallawi Rah,R.A. yang berjudul Keutamaan Memelihara Jenggot. Cukup membaca pengantarnya saja Anda akan merasa malu sudah bertanya.
K.A. pada nama depan Pak Harfan berarti Ki Agus. Gelar
K.A. mengalir dalam garis laki-laki silsilah Kerajaan Belitong. Selama puluhan
tahun keluarga besar yang amat bersahaja ini berdiri pada garda depan pendidikan di sana. Pak Harfan telah
puluhan tahun mengabdi di sekolah Muhammadiyah nyaris tanpa imbalan apa pun
demi motif syiar Islam. Beliau menghidupi keluarga
dari sebidang kebun palawija di pekarangan rumahnya.
Ketika mengajukan pertanyaan beliau berlari-lari kecil
mendekati kami, menatap kami penuh arti dengan pandangan matanya yang teduh
seolah kami adalah anak-anak Melayu yang paling berharga. Lalu membisikkan sesuatu di telinga kami,
menyitir dengan lancar ayat-ayat suci, menantang pengetahuan kami, berpantun,
membelai hati kami dengan wawasan ilmu, lalu diam, diam berpikir seperti
kekasih merindu, indah sekali.
Beliau menorehkan benang merah
kebenaran hidup yang sederhana melalui katakatanya yang ringan namun bertenaga
seumpama titik-titik air hujan. Beliaumengobarkan semangat kami utnuk belajar
dan membuat kami tercengang dengan petuahnya tentang keberanian pantang
menyerah melawan kesulitan apa pun. Pak Harfan memberi kami pelajaran pertama
tentang keteguhan pendirian, tentang ketekunan, tentang keinginan kuat untuk
mencapai cita-cita. Beliau meyakinkan kami bahwa hidup bisa demikian bahagia
dalam keterbatasan jika dimaknai dengan keikhlasan berkorban untuk sesama. Lalu
beliau menyampaikan sebuah prinsip yang diam-diam menyelinap jauh ke dalam dadaku serta memberi arah bagiku hingga dewasa, yaitu bahwa
hiduplah untuk memberi sebanyak-banyaknya, bukan untuk menerima
sebanyak-banyaknya
Selain tokoh-tokoh yang
menginspirasi Andrea Hirata juga menggunakan bahasa yang sangat indah,
bahasa-bahasa yang hanya dapat dikonsumsi orang-orang intelektual. Namun,
kelebihan ini sekaligus juga menjadi kekurangan bagi Andrea Hirata, karena
menurut saya sebagai pembaca novel fenomenal ini cocok untuk dibaca segala umur
terutama pelajar karena mampu menginspirasi dan memotivasi pelajar juntuk lebih
giat dan malu jika tak biasa lebih dari tokoh Laskar Pelangi yang tetap
semangat belajar dalam ketebatasan mereka. Namun, dengan bahasa yang sulit
dicerna bagi anak dibawah umur akhirnya novel lascar pelangi dikategorikan
serta dilabelkan sebagai bacaan untuk dewasa pada sampul belakangnya. Padahal
novel ini sangat bagus sebagai pendorong pelajar untuk menjadi alat motivasi
meski terdapat sedikit bagian percintaan dan kenakalan remaja yang diceritakan
oleh penulis.
Semangat-semangat tokoh dalam novel
laskar pelangi ini dapat kita lihat pada kalimat berikut:
Aku juga merasa cemas. Aku cemas karena melihat Bu Mus
yang resah dan karena beban perasaan ayahku menjalar ke sekujur tubuhku.
Meskipun beliau begitu ramah pagi ini tapi lengan kasarnya yang melingkari
leherku mengalirkan degup jantung yang cepat. Aku tahu beliau sedang gugup dan
aku maklum bahwa tak mudah bagi seorang pria beruisa empat puluh tujuh tahun,
seorang buruh tambang yang beranak banyak dan bergaji kecil, utnuk menyerahkan
anak laki-lakinya ke sekolah. Lebih mudah menyerahkannya pada tauke pasar pagi
untuk jadi tukang parut atau pada juragan pantai untuk menjadi kuli kopra agar
dapat membantu ekonomi keluarga. Menyekolahkan anak berarti mengikatkan diri
pada biaya selama belasan tahun dan hal itu bukan perkara gampang bagi keluarga
kami.
Selain kata-kata yang bagi saya
sulit dicerna oleh seseorang dengan pengalaman kurang, Andrea Hirata juga
terlihat bertele-tele dalam penceritaannya. Ia lebih banyak menggunakan
deskripsi yang menggambarkan keadaan suasana atau keadaan alam sekitar
dibandingkan dengan menggunakan cara naratif sehingga hal ini sedikit
membosankan para pembaca ketika membaca Laskar Pelangi berbeda dengan sang
pemimpi yang terasa padat. Namun, kekurangannya ini juga menjadi kelebihannya,
karena sedikit banyaknya kata-kata deskripsi yang digunakan Andrea Hirata mampu
merangsang pembaca untuk menciptakan imajinasi-imajinasi tetntang suatu keadaan
yang digambarkannya.