NPM : A1A010058
Celoteh
untuk Nyiak Agus
Nyiak
Agus. Ya, cerpen karya Abdulkadir Linin ini sangat sarat makna bagi saya,
karena telah memberi banyak pengajaran hidup. Mengingatkan bahwa kehidupan di
dunia ini hanya sementara. Namun, judul Nyiak Agus bagi saya kurang menarik
minat pembaca untuk membaca cerpen yang bagus ini, sangat disayangkan sekali.
Nama tokoh utama Nyiak Agus yang dijadikan judul bagi saya sangat terkesan
sederhana, sehingga tidak menimbulkan penasaran atau ketertarikan yang mendalam
bagi pembacanya. Mungkin judul Nyiak Agus bias diganti dengan “Sujud Terakhir” yang sesuai dengan
kisah Nyiak Agus yang meninggal dunia dalam keadaan sujud dalam sholatnya, dan
juga judul ini dapat mengunandang ketertarikan pembaca yang ingin mengetahui
apa penyebab menjadi terakhirnya sujud tersebut, dan sujud yang dimaksud adalah
sujud dalam konteks apa. Mungkin saja pembaca beranggapan dari judul diata
bukanlah sujudnya seorang hamba ketika sembahyang menghadap Tuhannya tetapi
sujud kepada atasan yang berarti ia melakukan pemberontakan.
Jika dilihat dari penceritaannya,
Abdulkadir Linin sangat mahir mengolah kata sehingga mampu menciptakan
imajinasi akan keadaan yang terjadi pada cerita, dibagian awal. Di bagian awal
cerita Abdul Lini menceritakan dengan lambat, menceritakan detail-detail
suasana dan lakon tokoh. Hal ini tampak pada awal cerpen yang member tahu
pembaca bagaiman Nyiak Agus dan bayi yang digendongnya tertawa. “Melihat senyum yang sama pada wajah yang
berbeda. Senyum pada wajah keriput yang kenyang dengan asam garam kehidupan,
dan senyum pada wajah bayi segar bayi yang beberapa bulan keluar dari
kandungan.” Dari serentetan kata-kata yang disusun oleh Abdulkadir Linin
ini saya sebagai pembaca langsung tersenyum-senyum sendiri karena saya dapat
membayangkan kedua senyum yang dimaksudkan oleh penulis. Ini artinya Abdulkadir
Linin telah berhasil menciptakan kata-kata yang mempengaruhi imajinasi
poembaca.
Namun sayangnya Abdulkadir Linin
tidak menceritakan dan menggambarkan dengan bahasa seperti di atas pada dua
bagian terakhir dari cerpen Nyiak agus ini. Abdulkadir Linin tampak seolah-olah
tergesa-gesa menyelesaikan cerpennya. Terlihat pada bagian kedua dari akhir
cerpen, Abdulkadir Linin menulisklan banyak kejadian dalam tempo yang berselang
cukup lama dalam satu bagian penceritaan saja. Ia menceritakan meninggalnya
Nyiak agus dalam sholatnya, proses pemakaman, surau yang berantakan pasca
meninggalnya Nyiak agus, perginya tokoh “aku”
ke Malaysia, dan lalu kembali lagi ke Indonesia.
“Subuh
esok harinya aku shalat disebelahnya, setelah sujud kedua dirakaat pertama
Nyiak Agus tidak bangun lagi. Berangkat ke alam baka. Aku menangis. Aku belum
sempat mengganti uangnya.” Dari kalimat pertama bagian kedua dari akhir
cerita ini Abdulkadir Linin terlihat seolah-olah tergesa-gesa dalam
penceritaannya, seolah ingin cepat-cepat mengakhiri cerpennya. Terlihat pada
kalimat “Aku menangis. Aku belum sempat
mengganti uangnya.” Kalimat ini terlihat sangat sederhana, padahal
Abdulkadir Linin bias saca menggunakan kalimat yang lebih panjang untuk
menggambarkan suasana saat itu, bagaimana kegelagapannya ia dengan keadaan
saatitu. Dan justru bagi saya, pada bagian inilah Abdulkadir Linin sebagai
penulis memiliki kesempatan besar untuk memainkan kata-katanya yang mampu
menciptakan imajinasi pembaca sehingga berpengaruh pada emosi. Bisa saja
pembaca sedih akan keadaan ini, atau justru bertanya-tanya perihal apakah yang
menyebabkan meninggalnya Nyiak Agus.
Selain peristiwa meninggalnya Nyiak agus, kalimat-kalimat selanjutnya
sama saja, vterlihat buru-buru. Sangat singkat.
Selain kelebihan dan kekurangan
tulisan karya Abdulkadir Linin ini, saya juga ingin mengulas mengenai banyak pesan
agama yang diberikan oleh penulis kepada pembaca melalui dialog-dialognya. Hal
ini juga merupakan kelebihan dari Abdul Linin yang mengolah dialog sebagai
media penyaluran pesan cerita. Ia tak hanya membuat dialog-dialog kosong yang
hanya memanjangkan cerita. Tiap dialognya tak dapat dipisahkan lagi dari cerita
karena saling berhubungannya antara dialog dengan cerita.
“Kalau
Inyak susah, biasanya apa yang Inyak lakukan?”
“mmm…
kalau saya susah, mmm biasanya saya berdo’a”
Dari
dialog ini terdapat pesan religius yang mengungkapkan bahwa saat kita susah
memintalah bantuan kepada Tuhan, karena Tuhan tak pernah lelah mengulurkan
tangan-Nya. Tuhanlah yang menjadikan nasib kita susah maka hanya Dia pulalah
yang akan menghilangkan kesusahan tersebut. Karena semua nasib datang dari
Tuhan.
“Mau
jadi orang senang, ya sulit juga. Yang membuat orang susah biasanya
keinginan-keinginan yang tidak tercapai.”
Dari
dialog Nyiak agus ini kita dapat menarik kesimpulan jika ingin bahagia maka
capailah keinginan-keinginan kita tersebut, dengan usaha dan doa. Jangan
biarkan mimpi-mimpi kita berlalu begitu saja.
“Satu hal lagi yang ingin saya
sampaikan: islam itu kuncinya iklas. Tanpa iklas, islam itu sama dengan manusia
tak bernyawa. Tak ada yang gratis di dunia ini: apapun perbuatan ada imbalannya
dari Allah. Perbuatan sebesar zarahpun ada imbalannya…”
Dari
sini kita dapat mengambiln pesan dari penulis yang menyampaikan bahwa segala
sesuatu yuang dilakukan dengan iklas maka akan mendatangkan kebaikan. Maka
jangan pernah melakukan sesuatu dengan gerutu.
“…
teruslah berbuat baik. Jadi orang tetap bekerja dengan pertimbangan buruk atau
baik. Bila dianggap baik, kerjakan dengan iklas. Jangan Tanya: apa
untungnya!...”
Kalimat
singkat ini sangat sarat makna, dan kalimat inilah yang seharusnya kita
lingkari untuk dipahami kemudian kita amali dalam kehidupan. Pada dialog Nyiak
Agus ini disampaikan pesan bahwa kita harus mengerti mana yang baik mana yang
tidak baik dalam kehidupan ini. Lakukanlah yang baik dengan iklas tanpa mengharap
imbalan duniawi. Percayakan bahwa Allah
mampu menjadikan kita orang yang senang.
Nyiak Agus memang benar ada dan memang demikian sehari-hari beliau. Hanya saja beliau tidak meninggal saat sujud.
BalasHapusTerima kasih sudah mengulasnya,
Saya anak dari almarhum Abdulkadir Linin. Beliau meninggal Mei 2007 lalu.
Saya jd tertarik untuk baca cerpennya, bisakah penulis share ke saya teks cerpennya, krna setelah dicari di google pun, saya belum ketemu cerpennya. Atau penulis punya link agar saya bisa baca cerpennya juga. Terima kasih
BalasHapus