Rabu, 19 Januari 2011

CERPEN

Aishiteru Dave San
(Aku Cinta Kak Dave)

Malam sudah masuk keperedaran langit sejak tadi. Mata ku masih saja kokoh dengan keinginannya yang tetap ingin melihat tiap sudut kamarku yang tertata sederhana. Untuk kesekian kalinya aku melirik jam dinding kamarku yang berwarna pink, menunjukkan pukul 23.43 tak terasa jarumnya pasti akan berputar cepat membawaku ketengah malam. Oh tidak!! Apa yang terjadi aku tetap saja tak bisa memejamkan mataku meski aku telah mencobanya.
Dave! Tiba-tiba saja aku mengingat nama itu, mungkinkah aku merindukannya?? Tidak!! Aku sama sekali tak peduli dengannya, untuk apa aku mengingatnya?? Dia satu satunya orang yang paling aku benci, dia penyebab aku terkekang dari segala kebebasan yang bisa di dapat oleh teman-teman seusiaku lainnya, dia juga yang melarang hubungan ku dengan Dian, lalu? Pantaskah aku masih memperdulikannya???
***
“Di, lo kenapa?? Begadang??” Siska mengagetkan lamunanku, aku menatap wajahnya dalam, ia kekasih orang yang menjengkalkan itu!! Dia kekasih David atau lebih akrab disapa Dave yang selalu membuat aku dimarahi mama dan papa, terkadang aku ikut jengkel melihat wajahnya saat aku cekcok dengan Dave, tapi tak mungkin sepenuhnya itu terjadi, persahabatanku dengannya telah terjadi sebelum ia menjadi kekasih orang aneh itu!!
“Ia sis!! Gue khawatir akan Niko Sis gue takut sesuatu akan terjadi dengannya!” Jawabku sembari membenarkan posisi dudukku.
“Gue juga kangen Dave!” Sahutnya cepat menyambung kata-kataku, aku terdiam tak tahu kenapa aku merasakan getaran yang mungkin sama dengan apa yang di alami oleh Siska! Oh, tuhan…!! Aku tak bisa memungkiri bahwa aku sangat-sangat mencintai dan mengasihinya lebih dari Siska sahabatku!! Tapi kejengkelanku akan sikap nya terkadang mengalahkan rasa cintaku.
“Hei…!!!” Tiba-tiba Bagas datang mengejutkan kami berdua! Bagas yang saat ini telah mengubah penampilannya jauh terlihat lebih ganteng dan disukai banyak orang! Allhamdulillah, ini satu kemajuan untuk kami. Karena kebahagiaan seorang sahabat adalah bagian dari kebahagiaan ku juga, lalu bagaimana dengan Dave??? Ia bahkan klebih dari seorang sahabat!!!
***
Aku sengaja bangun dari tidurku malam ini, aku beranjak melawan rasa malas yang terasa begitu kuat mempengaruhiku. Ku bersihkan wajah serta anggota tubuhku yang lain, selayakknya seperti yang dilakukan kebanyakan orang lainnya sebelum sholat. Usai solat aku masih menyisakan waktu untuk berdoa sebelum akhirnya aku tidur kembali. Ku doakan dua orang yang ku cintai ‘Dave dan Nicko’
***
Malam terasa hening, aku masih saja dipusingkan dengan setumpuk tugas sekolahku di temani laptop kesayanganku.
Dragggg…
Aku yang sedari tadi tiduran menatap serius laptopku, sontak kaget dan langsung duduk dengan membelalakkan mata. Kutatap detail tiap sudut kamarku, kucari sumber suara yang luar biasa mengagetkanku. Aku merasakan hawa yang lebih dingin dari sebelumnya, kulihat jendela kamarku yang terbuka lebar, segera aku menghela nafas lega. “Hufh… hanya jendela…! Syukurlah!” Aku menutupnya dan segera berbalik badan menuju ranjangku.
“Di!” Reflex aku menoleh.
 “Dave” Aku setengah terheran akan kehadiran Dave yang tiba-tiba itu. Aku mempercepat langkah mendekatinya, kupeluk tubuhnya, hawa dingin terasa merasuki tubuhku.
“Dave, lo kemana aja? Gua kangen!” Kutatap wajahnya yang terlihat begitu pucat. “Semua orang kangen sama lo, lo ga kasih kabar sedikitpun! Semua orang mengkhawarkan lo, termasuk gue Dave.” Jelasku sembari menatap binar matanya, ia hanya menjawabku dengan senyumnya yang khas.
“Di… Diva..!!!” Suara itu! Itu papa! Aku menoleh kearah luar kamar, ketika aku memalingkan muka ke arah Dave kembali, ia telah menghilang dari posisisnya.
“Dave…!” Aku berteriak kencang dan membuka mata, kulihat sekelilingku, aku tertidur bersama tugas-tugas dan laptopku yang masih menyala.
“Papa!” Aku mengingat teriakan papa yang memanggilku dalam mimpi. Aku melangkah cepat menelusuri anak tangga menuju lantai dasar rumahku, tanpa permisi lagi, aku segera membuka pintu kamar mama dan papa.
“Pa!” Kulihat mama terbaring di atas ranjang, papa memegang botol minyak kayu putih ditangannya.
“Pa, mama kenapa!” pertanyaanku membuat wajah papa berubah pucat, matanya membendung air mata, ku perhatikan gagang telpon yang tergeletak di lantai. Apa ini? aku sama sekali tak mengerti.
Tak lama sirine ambulance terdengar menuju rumahku, aku berlari keluar, kusingkap gorden ruang tamu, aku dapat melihat jelas ambulance itu berhenti tepat di halaman rumahku.
Seorang pria pun beriringan bersama ambulance itu, motor itu tak asing bagiku, aku mengenalnya, tapi…! Itu bukan Nicko! Itu sepupunya! Segera ku buka pintu dan berlari keluar, aku bisu, tak mengerti apa maksud dari ini semua.
Beberapa orang berpakaian putih-putih keluar dan membuka pintu bagian belakang ambulance, aku mendekati mereka berusaha mencari tahu.
Dave! Darahku seakan berhenti mengalir, seluruh tubuhku kaku.
“Dave…!! Itu pasti bukan lo!!” Keluhku sembari menutup muka. Sekujur tubuhku terasa lemas aku terduduk di rerumputan yang terasa basah.
“Dave, apa maksud semua ini? Berikan aku kesempatan untuk memperbaiki segala kesalahanku…!” Aku menangis layaknya anak kecil.
“Di!” Tangan seseorang terasa menjamahku, aku menoleh. Sesosok Siska berdiri tepat dibelakangku, aku berdiri dan sontak memeluknya.
“Di, lo harus sabar, buakan Cuma lo! Semua orang sedih kehilangan Dave!!” Aku bisa melihat kesedihan itu diwajah Siska, air mata yang mengalir di pipi halusnya sudah cukup membuktikan sayangnya pada Dave.
Kupandangi mereka, orang-orang yang aku kasihi, Siska, Nicko, Bagas, papa, dan terakhir mama. Suasana sekonyong-konyong berubah haru. Fikirku melayang, teringat kembali akan kepergian dave dua minggu lalu, hari itu ia sangat aneh, hal yang tak pernah dimintanya, ia mencoba memaksaku untuk memanggilnya kakak untuk pertama kalinya, dan ternyata itupun terakhirkalinya.
“Di, jaga diri lo baik-baik ya..!” Pesannya, lalu ia mengelus pipiku dan mendaratkan kecupan lembut. Saat itu sesuatu kejutan listrik menyentakkan otak dan membuatku merasakan kasih sayang seorang kakak kepada adiknya.
Begitu sering aku menyakiti hatinya, tak terhitung berapa kali aku menentang laranganya, aku begitu keras kepala, beribu kebencianpun terkadang hadir dalam otakku! Bukankah ini yang aku inginkan? Dave tiada, dan aku menjadi anak tunggal?? Oh, tuhan! Ampuni aku! Cukup sudah kau hukum aku! Aku mengerti betapa sayangnya Dave padaku, semua perkataan dan larangan-laranganyapun telah kau tunjukkan padaku. Dian memang tak sebaik yang kukira! Aku salah menilainya, ia pergi meninggalkan ku Dave, dan sekarang??? Penglihatanku perlahhan terasa kabur, fikirku berhamburan, tiba-tiba aku lupa akan dunia.
***
Sejak insiden kecelakaan yang merenggut nyawa Dave itu, aku hanya bisu, menutup diri dari segalanya, aku melupakan profesiku sebagai seorang penyiar radio, akupun meninggalkan kewajibanku sebagai seorang pelajar, seharian aku hanya menghabiskan waktu di kamar dengan diam.
Aku tahu semua orang terkasihku mengkhawatirkanku, bahkan orang tuaku pun telah resah dengan bisik-bisik tetangga yang menyebut aku gila, aku tahu itu! Namun aku tak dapat bertindak apa-apa, aku tak mengerti mengapa rasa bersalahku begitu besar, hingga tak hanya sekali bayang Dave datang seolah menghantuiku, akupun mendengar rencana ayah yang akan memindahkanku ke rumah sakit jiwa, aku lagi-lagi hanya diam, kurasa mungkin itu yang terbaik untuk menebus segala dosaku.
***
Malam ini, masih sama dengan malam-malam sebelumnya, aku hanya termenung, terduduk kaku dalam lamunan dengan tatapan kosong, aku hanya makan jika aku disuapi, dan aku hanya akan mandi jika aku di mandikan, dan jika tidak aku akan bertahan dengan bajuku yang itu-itu saja.
Graaaakkk…….
Jendelaku lagi-lagi mengagetkanku, aku menoleh sembari cepat menyebut nama Dave, tapi sosok yang kulihat bukanlah Dave melainkaan Nicko. Ia berjalan mendekatiku, ia memperhatikan sekujur tubuhku yang berantakan, lalu ia mengangkatku, aku hanya diam, tak sedikitpun aku berteriak. Sesampainya di luar Nicko menurunkanku di atas tanah, aku melihat dua orang lainnya yang sangat ku kenal baik, Siska dan Bagas. Apa maksud mereka membawaku???
Aku hanya mengikuti skenario yang mereka buat tanpa komentar sepatah katapun, tepat di depan studio Star f,m milik Pak Slamet Raharjo kepala sekolahku sekaligus ayah Nicko.
Mereka mengangkatku kedalam ruangan, aku baru sadar bahwa aku diculik oleh mereka. Aku kenal ruangan ini! Ini ruangan yang biasa dipakai oleh para penyiar untuk beristirahat dan beribadah, aku sangat-sangat mengingatnya.
“Di, kita berempat untuk sementara waktu bakal tinggal disini, sampai ayah lo berubah pikir.” Siska duduk diatas kasur empuk yang aku pun taktahu sejak kapan berada di situ.
Mereka bertiga berusaha mengajakku untuk berbincang namun aku hanya bungkam, yang ada dalam otakku hanyalah banyangan-banyangan akan kejadian lampau yang telah kuperbuat pada saudara kembarku Dave.
Betapa banyak dosa dan kesalahan yang kuperbuat padanya, bahkan tak seumur hidupnya aku memperlakukannya selayak saudara.
***
Dihari biasa pada pagi hari Siska dan Bagas bersekolah dari studio yang tak lama disusul kedatangan rekan-rekanku yang bertugas sesuai jadwal mereka, namun Nicko selalu hadir, tak sebentarpun ia meninggalkanku, lalu bagaimana dengan kuliahnya???
Ia melakukan segala aktivitasnya didekatku, ia menyantap bekalnya didekat ku, dan tak jarang ia berusaha menyuapiku, ia hanya meninggalkan ku saat ia beranjak ke ke kamar mandi untuk membersihkan tubuh dan mengambil wudhu. Dalam sholatnya aku mendengar jelas doa-doanya yang menginginkan kesembuhanku, tak jarang juga ia mengatakan kalimat yang sama “Aku mencintai Diva ya Allah!”
Dan yang lainnya tak jarang mereka menghiburku dengan lelucon yang mereka buat, namun reaksiku lagi-lagi hanya bungkam. Siskapun berperan besar, ai yang memanndikan dan menggati pakaianku, sedangkan bagas, ia yang membeli segala keperluan kami.
Disini aku mendapatkan kasih sayang yang tak pernah kurasa sebelumnya, merekalah sahabat terbaikku.
***
“Di, lo ingat kan??? Dihari ulang tahun lo yang keenam belas lalu, kita merayakannya disini, hari itu juga lo akur sama Dave, meski akhirnya kalian bertengkar lagi.” Nicko mengajakku berbicara di taman belakang studio, ia membawaku dengan kursi roda, aku tahu ia berusaha mengingatkanku dengan hal-hal yang pernah kulewati.
“Di tempat ini juga di lo sering berpacaran dengan Dian, bergandeng tangan sembari mendengarkan puisi-puisi indah darinya, saat itu aku hanya membendung rasa cemburu di!” Darahku mendadak berdesir, mendengar nama Dian. Terdengar isak tangis dari Nicko, aku mengetahui itu meski aku tak melihatnya.
“Di, gue saayang sama lo! Bukan cuma lo yang merasa bersalah akan kepergian Dave, tapi gua juga! Dave pergi sama gua waktu itu, dan gua ga bisa jaga dia… gua orang yang lebih bersalah di…!” Nicko menangis terduduk dihadapku, tak kuasa air mataku pun terjatuh, Nicko menyaksikan itu,ia terkaget, tiba-tiba wajahnya berubah merah menyala, seakan tahu akan kebohonganku, ia menaruh tangannya dibahu ku dan menggoyang-goyangkan tubuhku kencang.
 “Gua tahu kalo lo cuma pura-pura di! Gua tahu lo pura-pura gila, supaya semua orang ngejauhin lo…!!! Tapi gua ga bisa Di! Gua cinta sama lo!” Air mataku makin deras, menetes entah kemana saja.
“Gua cuma pengen kalian ga sial kaya Dave! Gua sayang sama kalian!” Tak terkontrol lagi, aku mengeluarkan suaraku setelah bungkam selama sebulan. Terbongkar sudah kedok ku berpura-pura gila, Nicko tampak cerah, ia pun menyatakan cintanya pada ku, aku tersenyum namun tak memberi jawaban. Setelah Siska dan Bagas kembali, mereka tampak setengah tak percaya menyaksikanku yang tengah asik mengobrol dengan Nicko di taman belakang studio. Dengan sumringah mereka pun berlari kencang menyusul kami, inilah aku saat ini, berusaha tak berbuat kesalahan lagi, berusaha mmemperbaiki diri, berusaha tak lagi keras kepala, tak lagi sombong, kembali menyatu dengan lingkungan.
Inilah yang didambakan banyak orang! Hidup bahagia!!!

Tidak ada komentar:

Posting Komentar